Sabtu, 13 Juli 2013

Bacalah Ayat Kursi, Maka Engkau Mendapatkan Penjagaan Dari Allah dan Setan Tak Akan Mendekatimu Sampai Pagi Hari

Abu Hurairah berkisah dlm sebuah hadits yang panjang:
Rasulullah n menugaskanku utk menjaga zakat Ramadhan (berupa makanan, pent.). Tiba-tiba seseorang datang. Mulailah ia mengutil makanan zakat tersebut. Aku pun menangkapnya seraya mengancamnya: “Sungguh aku akan membawamu ke hadapan Rasulullah n utk aku adukan perbuatanmu ini kepada beliau.” Orang yang mencuri itu berkata: “Aku butuh makanan, sementara aku memiliki banyak tanggungan keluarga. Aku ditimpa kebutuhan yang sangat.” Karena alasannya tersebut, aku melepaskannya. Di pagi harinya, Nabi n bertanya: “Wahai Abu Hurairah, apa yang diperbuat tawananmu semalam?” “Wahai Rasulullah, ia mengeluh punya kebutuhan yang sangat & punya tanggungan keluarga. Aku pun menaruh iba kepadanya hingga aku melepaskannya,” jawabku. Rasulullah n bersabda: “Sungguh dia telah berdusta kepadamu & dia akan kembali lagi.” (Di malam berikutnya) aku yakin pencuri itu akan kembali lagi karena Rasulullah n menyatakan: “Dia akan
kembali.” Aku pun mengintainya, ternyata benar ia datang lagi & mulai menciduk makanan zakat. Kembali aku menangkapnya seraya mengancam: “Sungguh aku akan membawamu ke hadapan Rasulullah n utk aku adukan perbuatanmu ini kepada beliau.” “Biarkan aku karena aku sangat butuh makanan sementara aku memiliki tanggungan keluarga. Aku tak akan mengulangi perbuatan ini lagi.” Aku kasihan kepadanya hingga aku melepaskannya. Di pagi harinya, Rasulullah n bertanya: “Wahai Abu Hurairah, apa yang diperbuat oleh tawananmu?” “Wahai Rasulullah, ia mengeluh punya kebutuhan yang sangat & punya tanggungan keluarga, aku pun iba kepadanya hingga aku pun melepaskannya,” jawabku. Rasulullah n bersabda: “Sungguh dia telah berdusta kepadamu & dia akan kembali lagi.” Di malam yang ketiga, aku mengintai orang itu yang memang ternyata datang lagi. Mulailah ia menciduk makanan. Segera aku menangkapnya dgn mengancam: “Sungguh aku akan membawamu ke hadapan Rasulullah n utk aku adukan perbuatanmu ini kepada beliau. Ini utk ketiga kalinya engkau mencuri, sebelumnya engkau berjanji tak akan mengulangi perbuatanmu tetapi ternyata engkau mengulangi kembali.” “Lepaskan aku, sebagai imbalannya aku akan mengajarimu beberapa kalimat yang Allah akan memberikan manfaat kepadamu dgn kalimat-kalimat tersebut,” janji orang tersebut. Aku berkata: “Kalimat apa itu?” Orang itu mengajarkan: “Apabila engkau berbaring di tempat tidurmu, bacalah ayat Kursi: (Al-Baqarah: 255) hingga engkau baca sampai akhir ayat. Bila engkau membacanya maka terus menerus engkau mendapatkan penjagaan dari Allah & setan sekali-kali tak akan mendekatimu sampai pagi hari.” Aku pun melepaskan orang itu, hingga di pagi hari Rasulullah n kembali bertanya kepadaku: “Apa yang diperbuat tawananmu semalam?” Aku menjawab: “Wahai Rasulullah, ia berjanji akan mengajariku beberapa kalimat yang Allah akan memberikan manfaat kepadaku dgn kalimat-kalimat tersebut, akhirnya aku membiarkannya pergi.” “Kalimat apa itu?”, tanya Rasulullah. Aku berkata: “Orang itu berkata kepadaku: `Apabila engkau berbaring di tempat tidurmu, bacalah ayat Kursi dari awal hingga akhir ayat: ’. Ia katakan kepadaku: `Bila engkau membacanya maka terus menerus engkau mendapatkan penjagaan dari Allah & setan sekali-kali tak akan mendekatimu sampai pagi hari’.” Sementara mereka (para shahabat) merupakan orang-orang yang sangat bersemangat terhadap kebaikan1. Nabi n berkata: “Sungguh kali ini ia jujur kepadamu padahal ia banyak berdusta. Engkau tahu siapa orang yang engkau ajak bicara sejak tiga malam yang lalu, ya Abu Hurairah?.” “Tidak,” jawabku. “Dia adalah setan,” kata Rasulullah n.
Hadits di atas diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari dlm Shahih-nya, kitab Al-Wakalah bab Idza Wakkala Rajulan Fatarakal Wakil Syai`an Fa’ajazahul Muwakkil fa Huwa Ja`iz no. 2311. Selain itu Al-Bukhari juga menyebutkan hadits di atas secara ringkas dlm kitab Bad`ul Khalqi, bab Shifatu Iblis wa Junudihi & dlm kitab Fadha`ilul Qur`an, bab Fadhlu Shuratil Baqarah.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani t menyebutkan adanya tambahan dlm riwayat Abul Mutawakkil bahwa Abu Hurairah z ditugaskan menjaga kurma sedekah. Maka ia menemukan adanya bekas telapak tangan yang sepertinya telapak tangan itu telah mengambil kurma sedekah. Pada awalnya, Abu Hurairah z menga-dukan hal itu kepada Nabi n, maka Nabi berkata kepadanya:
“Bila engkau ingin menangkapnya, katakanlah: Maha Suci Dzat yang menunduk-kanmu kepada Muhammad.”
Abu Hurairah z berkata: “Aku pun mengucapkan demikian, maka tiba-tiba pencuri itu telah berdiri di hadapanku, maka aku dapat menangkapnya.” (Fathul Bari, 4/614)

Setan, Makhluk Allah yang Ghaib
Allah I menciptakan jin dari unsur yang berbeda dgn manusia. Manusia yang awal (Nabi Adam u) diciptakan dari tanah liat yang dibentuk, adapun anak turunannya diciptakan dari setetes air yang hina (mani). Adapun jin diciptakan dari api. Setan adalah dari bangsa jin yang jahat/ kafir, karena di antara jin ada yang beriman & ada pula yang kafir sebagaimana manusia. Setan seperti halnya bangsa jin lainnya, merupakan makhluk Allah yang ghaib, artinya tak tampak oleh mata kasar manusia.

Mereka dapat melihat manusia namun tak sebaliknya. Allah I berfirman:
“Dia (iblis) & bala tentaranya melihat kalian (selalu mengamati kalian) dari arah yang kalian tak dapat melihat mereka.” (Al-A’raf: 27)
Mujahid t & Qatadah t berkata: “(Bala tentara Iblis) adalah jin & para setan.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an 7/120, Ma’alimut Tanzil 2/129)
Setelah menyebutkan ayat:  , Al-Imam Al-Qurthubi t berkata: “Sebagian ulama berkata: ‘Dalam ayat ini terdapat dalil/ bukti bahwa jin itu tak dapat dilihat’. Namun ada pula yang berpendapat mereka bisa dilihat. Karena jika Allah I berkehendak memperlihatkan mereka, Allah akan menyingkap (tabir yang menghalangi utk melihat mereka) jasad-jasad mereka sehingga terlihat oleh mata. An-Nahas berpendapat dgn ayat ini bahwa jin tak bisa terlihat mata manusia kecuali di masa kenabian sebagai bukti atas kenabian beliau n. Karena Allah U menciptakan mereka dgn bentuk penciptaan yang tak bisa terlihat. Mereka hanya bisa dilihat bila mereka berubah ke bentuk lain (bukan bentuk aslinya).” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, 7/120)
Al-Imam Asy-Syafi`i t bahkan menyatakan dlm Manaqib-nya: “Siapa yang mengaku melihat jin, maka kami batalkan persaksiannya (tidak menerima persaksiannya, –pent.) terkecuali bila ia seorang nabi.”
Al-Hafizh t mengomentari: “Ucapan Al-Imam Asy-Syafi’i ini ditujukan kepada orang yang mengaku-aku melihat jin dlm bentuknya yang asli. Adapun kalau ada yang mengaku melihat jin setelah berubah ke berbagai bentuk hewan misalnya, maka tidaklah dianggap cacat persaksiannya. Sungguh banyak & tersebar (mutawatir) berita-berita yang mengabarkan perubahan jin tersebut ke berbagai bentuk.” (Fathul Bari, 6/414)
Mungkin terlintas pertanyaan di benak kita, bagaimana mereka bisa berpindah ke bentuk lain atau berubah dari bentuk aslinya? Dalam hal ini ada atsar dari ‘Umarzyang dikeluarkan Ibnu Abi Syaibah t & dishahihkan sanadnya oleh Al-Hafizh t dlm Fathul Bari (6/414): “Sesungguhnya Ghilan2 disebut di sisi ‘Umar, maka ia berkata: “Sungguh seseorang tak mampu utk berubah dari bentuknya yang telah Allah ciptakan. Akan tetapi mereka (para setan) memiliki tukang sihir seperti tukang sihir kalian. Maka bila kalian melihat setan itu, kumandangkanlah adzan.”
Adapun Nabi n tidaklah mustahil pernah melihat mereka dlm bentuk aslinya, sebagaimana beliau pernah melihat Jibril dlm wujud aslinya sebanyak dua kali. (Ruhul Ma’ani, 5/140)
Ulama ada yang mengatakan bahwa melihat setan dlm bentuk aslinya sebagaimana diciptakan merupakan kekhususan Nabi n. Adapun kalangan manusia selain beliau tak dapat melihat setan dlm wujud aslinya, dgn dalil firman Allah: . (Fathul Bari, 1/718)
Namun ada pula yang berpendapat, bisa saja selain Nabi melihat setan bila Allah berkehendak utk menampakkannya dlm wujud aslinya seperti kepada hamba-hamba-Nya yang diberi karamah3, karena ayat bisa dipahami dgn dua makna:
Pertama: Dari sisi bahwa kalian tak dapat melihat jasad-jasad mereka. Sehingga maknanya, iblis & bala tentaranya melihat kalian (selalu mengamati kalian) sementara kalian tak dapat melihat mereka.
Kedua: Dari sisi bahwa kalian tak mengetahui makar & fitnah mereka. Sehingga maknanya, iblis & bala tentaranya melihat kalian (selalu mengamati kalian) sementara kalian tak mengetahui/ menyadari makar & fitnah mereka. (Ruhul Ma’ani 5/141, An-Nukat wal ‘Uyun/Tafsir Al-Mawardi 2/216).
Al-Imam An-Nawawi t berkata: “Jin itu ada, & terkadang sebagian manu-sia dapat melihat mereka. Adapun firman Allah I:  maka pemahamannya dibawa pada keumuman (yakni umumnya manusia memang tak dapat melihat jin/ setan, –pent.), karena bila melihat mereka (jin/ setan) itu suatu hal yang mustahil, niscaya Nabi n tak akan mengatakan apa yang beliau katakan bahwa beliau melihat setan tersebut & bahwa beliau berkeinginan utk mengikat setan itu agar dapat disaksikan para shahabat beliau seluruhnya & bisa dipermainkan anak-anak kecil di Madinah.
Sementara Al-Qadhi berkata: ‘Dikatakan bahwa melihat jin dlm bentuk aslinya itu tidaklah mungkin berdasarkan zahir ayat, kecuali para Nabi –semoga Allah memberikan shalawat & salam kepada mereka semuanya– & juga orang yang diberi kemampuan di luar kebiasaan. Manusia hanya bisa melihat jin dlm bentuk yang bukan aslinya (bentuk penyamaran) sebagaimana keterangan yang disebutkan dlm atsar.’
Namun aku (Al-Imam An-Nawawi) katakan: Ini hanyalah sekedar dakwaan semata, dikarenakan bila dalil yang menjadi sandarannya tak shahih maka dakwaan ini tertolak. Al-Imam Abu Abdillah Al-Mazari berkata: ‘Jin itu adalah jasad-jasad yang halus. Maka dimungkinkan ia berwujud dgn satu bentuk yang bisa diikat4, kemudian ia tertahan utk kembali ke bentuk aslinya hingga ia bisa dipermainkan, & sesungguhnya hal-hal keluarbiasaan memungkinkan yang selain itu’.” (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 5/32)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Yang ada dlm Al-Qur`an, para jin itu melihat manusia sementara manusia tak melihat mereka. Inilah yang benar, di mana mereka dapat melihat manusia dlm keadaan manusia ketika itu tak melihat mereka. Namun ini tidaklah menunjukkan bahwa tak ada seorang pun dari kalangan manusia yang dapat melihat mereka, bahkan sebaliknya terkadang mereka terlihat oleh orang-orang shalih bahkan juga oleh orang yang tak shalih, akan tetapi manusia tak dapat melihat mereka dlm seluruh keadaan.” (Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyyah, 8/8)
Batilnya Pengakuan/ Perbuatan “Pemburu Hantu”
Menurut kabar yang kami terima, sekarang ini sedang marak acara yang berbau mistik di televisi, baik dlm bentuk film/ sinetron maupun semacam show/ pamer kemampuan ghaib. Tentunya para pemburu hantu –dukun atau disebut paranormal utk menutupi kedoknya–, mendapat peran penting dlm acara-acara tersebut. Melalui acara mereka, setan atau hantu –menurut istilah mereka– dipublikasikan. Digambarkan bahwa paranormal adalah orang-orang sakti yang dapat memburu, menangkap & membuat setan bertekuk lutut. Bila ada tempat yang berhantu maka didatangkanlah paranormal ke tempat tersebut.
Banyak hal yang nampak jelas kabatilannya dari praktek para pemburu hantu. Di antaranya, ada seseorang yang melukis jin yang diburu, dlm keadaan matanya tertutup. Terkadang mereka ditanya oleh penonton di rumah tentang penyakit mereka, & mereka bisa mengetahui si penanya yang menanyakan sakitnya. Juga kemampuan mereka utk memasukkan jin ke dlm tubuh manusia, & kemampuan mereka membuat orang bisa melihat jin. Semua tak lain terjadi dgn bantuan jin juga, walaupun mereka tentunya menggunakan bacaan-bacaan nampaknya Islami tapi kenyataannya bukan.
Namun utk mencapai kemampuan yang seperti itu, tentu melalui proses & tahapan yang mengandung hal-hal yang bertentangan dgn syariat, baik dlm syaratnya, atau tata caranya, atau bacaan-bacaan yang tak dimengerti maknanya yang sangat mungkin mengandung hal yang menyelisihi hukum Islam. Oleh karena itu, para ulama melarang bacaan-bacaan yang seperti itu. Dan cukuplah utk mengetahui kebatilan semua itu, bahwa para tabi’in & tabi’ut tabi’in, generasi terbaik umat ini setelah shahabat, yang merupakan wali-wali Allah, tak ada seorang pun di antara mereka yang mengklaim hal-hal tersebut. Wallahu a’lam.
Ahlul haq (orang yang berjalan di atas kebenaran), mengambil faedah & beberapa pelajaran dari kisah Abu Hurairah z tersebut. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani t menyebutkan beberapa faedahnya, di antaranya:
1. Terkadang setan mengetahui perkara yang bermanfaat bagi seorang mukmin.
2. Orang kafir, sebagaimana setan (yang juga kafir), terkadang sebagian ucapannya jujur kepada seorang mukmin. Namun kejujurannya itu tak menjadikan-nya beriman.
3. Setan memiliki sifat suka berdusta, & dia adalah seorang pendusta yang sebagian besar ucapannya tak dapat dipercaya.
4. Setan terkadang bisa menyerupai bentuk tertentu sehingga memungkinkan utk melihatnya. Adapun firman Allah I:
“Dia (iblis) & bala tentaranya melihat kalian dari arah yang kalian tak dapat melihat mereka,” hal ini khusus bila setan itu berada dlm rupa aslinya sebagaimana ia diciptakan. Dengan demikian mereka dapat menampakkan diri kepada manusia dgn syarat yang telah disebutkan.
5. Jin memakan makanan manusia, & mereka bisa mengambil makanan yang tak disebutkan nama Allah pada makanan tersebut. Mereka pun dapat berbicara dgn bahasa manusia.
6. Setan mencuri & menipu.
7. Nabi n diperlihatkan perkara ghaib oleh Allah I sehingga beliau mengetahui bahwa yang mencuri makanan zakat yang dijaga oleh Abu Hurairah z selama tiga malam berturut-turut adalah setan. (Fathul Bari, 4/616-617)
Setan yang Rasulullah n Ingin Mengikatnya di Tiang Masjid
Rasulullah n pernah mengabarkan:
“Sesungguhnya Ifrit6 dari bangsa jin semalam mendatangiku dgn tiba-tiba (atau melompat di hadapanku) –atau Nabi mengucapkan kalimat yang semisal ini– utk memutus shalatku. Maka Allah menjadikan aku dapat menguasainya. Semula aku ingin mengikatnya pada salah satu tiang masjid, sehingga di pagi hari kalian semua bisa melihatnya. Namun aku teringat ucapan saudaraku Sulaiman, ia pernah berdoa: “Wahai Rabbku, ampunilah aku & anugerahkanlah kepadaku kerajaan (kekuasaan) yang tak pantas didapatkan oleh seorang pun setelahku7.” Rauh (perawi hadits ini) berkata: “Nabi pun mengusirnya dgn hina.”8
Abu Ad-Darda` z pernah pula mengabarkan: “Rasulullah v berdiri utk mengerjakan shalat. Kami mendengar beliau berkata: “Aku berlindung kepada Allah darimu.” Kemudian berkata tiga kali: “Aku melaknatmu dgn laknat Allah.” Beliau membentangkan tangannya seakan-akan menangkap sesuatu. Ketika beliau selesai shalat, kami bertanya: “Wahai Rasulullah, kami tadi mendengarmu mengucapkan sesuatu di dlm shalat yang sebelumnya kami belum pernah mendengar engkau mengucapkannya & kami melihatmu membentangkan tanganmu.” Beliau menjawab keheranan para sahabatnya dgn menyatakan:
“Sesungguhnya musuh Allah, Iblis, datang dgn bola api yang hendak dia letakkan pada wajahku. Aku katakan: “Aku berlindung kepada Allah darimu”, tiga kali. Kemudian aku berkata: “Aku melaknatmu dgn laknat Allah yang sempurna yang pantas utk engkau dapatkan”, tiga kali. Lalu aku ingin menangkapnya. Demi Allah, seandainya bukan karena doa saudara kami Sulaiman niscaya ia menjumpai pagi hari dlm keadaan terikat hingga dapat dipermainkan oleh anak-anak Madinah.”9
Dari dua hadits di atas, dapat kita pahami bahwa Nabi n mengurungkan maksud beliau utk menangkap setan yang menganggu & ingin mencelakakan beliau ketika shalat, dgn alasan beliau teringat dgn doa Nabi Sulaiman u. Kita ketahui, bahwa Allah I menundukkan para jin & setan kepada Sulaiman sehingga mereka semua tunduk patuh kepada perintah Sulaiman, sebagaimana dlm ayat:
“Kemudian Kami tundukkan untuknya (Sulaiman) angin yang berhembus dgn baik menurut ke mana saja dia kehendaki. Dan Kami tundukkan pula untuknya setan-setan, semuanya ahli bangunan & penyelam. Demikian pula setan lain yang terikat dlm belenggu.” (Shaad: 36-38)
Menggabungkan dua hadits di atas dgn kisah Abu Hurairah z yang dapat menangkap setan ketika setan mencuri makanan zakat yang dijaga Abu Hurairah z, beliau ingin membawanya ke hadapan Nabi n, mungkin dianggap rumit. Maka jawaban atas kerumitan ini dipaparkan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani t sebagai berikut: “Dimungkinkan setan yang ingin diikat Nabi n itu adalah tokoh/ pimpinan para setan, sehingga bila berhasil menguasainya berarti dapat menguasai setan yang lainnya. Bila seperti ini, dapat menyamai apa yang diperoleh Nabi Sulaiman u berupa penundukan para setan utk memenuhi keinginannya & mengambil perjanjian dari mereka. Sementara yang dimaksud dgn setan dlm kisah Abu Hurairah bisa jadi setan yang merupakan qarin10 Abu Hurairah, atau setan lainnya, yang bukan tokoh/ pimpinannya. Atau bisa jadi setan yang ingin diikat oleh Nabi n tampak di hadapan beliau dgn sifat aslinya sesuai dgn penciptaannya, seperti halnya setan-setan yang berkhidmat/ mengabdi pada Sulaiman u berada dlm bentuk aslinya. Adapun setan yang dilihat Abu Hurairah berada dlm wujud manusia, sehingga memungkinkan bagi Abu Hurairah utk menangkapnya, & tak ada unsur penyerupaan dgn kerajaan Sulaiman. (Fathul Bari, 9/ 71-72)
Sebagai penutup, kami himbau kaum muslimin secara umum agar tak tertipu dgn acara para dukun alias paranormal berikut ocehan mereka. Dan jangan memberikan decak kagum pada mereka karena menganggap mereka memiliki kesaktian dgn keluarbiasaan yang dipamerkan. Yakinlah, mereka itu di atas kebatilan. Mereka berdusta, & mereka adalah kawan-kawan setan sang pendusta besar! Bacakan ayat Kursi di hadapan mereka (diruqyah) agar kekuatan palsu mereka mental & lumpuh dgn izin Allah I.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Sumber: www.asysyariah.com Majalah AsySyariah Edisi 023

Tidak ada komentar:

Posting Komentar