Sabtu, 13 Juli 2013

AYAH BUNDA TERIMALAH BAKTIKU ANAKKU SAYANG

Di masa sekarang, anak yang benar-benar mau berbakti kepada orang tua jumlahnya sungguh sedikit. Yang sering dijumpai adalah sebaliknya, anak yang tak tahu berterima kasih kepada orang yang telah membesarkannya. Ketika orang tua berusia lanjut & sakit-sakitan, sang anak bukannya memberikan perawatan tapi malah memasukkan mereka ke panti jompo. Inilah realita yang banyak terjadi di sekitar kita.
Anak merupakan idaman setiap orang. Ia tak hanya didamba oleh orang yang sudah berkeluarga, namun tak jarang juga oleh mereka yang masih melajang. Kehadiran anak merupakan penyemarak kehidupan sebuah keluarga. Tanpa mereka, hari-hari sebuah keluarga laksana sayur tanpa garam. Terasa hambar & tak lengkap.
Begitu berartinya anak bagi sebuah keluarga hingga terkadang orang-orang yang belum dikaruniai anak mau menempuh segala cara utk mendapatkan harapannya itu. Mereka lupa bahwa anak adalah pemberian dari Allah, yang mestinya hanya kepada-Nya
mereka meminta.
Bagi orang-orang yang beriman, mereka menyadari bahwa anak merupakan nikmat dari Allah sekaligus sebagai ujian. Dalam ruku’ & sujud serta dlm segala munajat, mereka meminta agar dikaruniai keturunan yang baik, yaitu anak-anak yang shalih & berbakti kepada orang tuanya.
Kehadiran anak akan menjadi penyejuk mata orang tua, menjadi penggembira ketika susah, menjadi penghangat ketika kedinginan, serta menjadi penghibur qalbu ketika gundah gulana. Kalimat “Anakku sayang,” akan senantiasa terucap meski sang ibu atau bapak sedang mengalami sakit yang parah. “Biar bapakmu susah asal kamu tetap senang,” demikian ucapan seorang bapak yang sangat sayang pada anaknya.
“Wahai Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami & keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) & jadikanlah kami sebagai imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqan: 74)
Namun aduhai, tak sedikit para bapak & ibu memberikan cinta & kasih sayang secara berlebihan hingga mencampakkan anaknya ke jurang kerugian hidup dunia & akhirat. Semua keinginan anak berusaha utk dipenuhi apapun bentuknya: televisi, gitar, & alat-alat musik lainnya, gambar-gambar, & segala bentuk permainan berusaha didapatkan, baik dgn cara menipu, menjilat, korupsi, mencuri, merampok dsb. Sungguh malang nasib kedua orang tua di dunia & akhirat, & betapa malang pula nasib anak yang tak diikat dgn batasan syariat.
Di sisi lain terkadang ada seorang anak yang keadaannya bagai burung dlm sangkar. Keinginan anak utk menjadi orang shalih & menjadi seorang hamba yang mulia di sisi Allah I, justru mendapatkan ancaman yang pahit & lecutan cemeti caci maki serta olok-olok dari orang tuanya.
Semburan ludah, tamparan ke wajah sang anak, pemboikotan harus mengiringi kehidupan & derap langkah serta kemerdekaannya. Apa yang diinginkan orang tuanya dari buah hatinya itu? Ternyata mereka menginginkan anaknya menyandang gelar keduniaan dgn menutup keinginannya mendapatkan gelar akhirat.
Orang tua itu berharap dgn gelar keduniaan yang diraih akan mendatangkan sesuap nasi & bisa mengantarkan kepada kehidupan mewah. Walaupun utk mendapatkan gelar itu harus berkecimpung dlm api neraka Allah I.
Wahai ibu & bapak, akankah engkau menggiring & memandu anakmu di atas duri-duri & kaca-kaca tajam utk meraih keinginanmu & bukan keinginan anakmu?
Demikianlah gambaran kehidupan anak yang harus menghadapi orang tua yang memiliki keinginan berbeda-beda & begitu juga orang tua yang menghadapi anak-anak memiliki cita-cita yang berbeda. Wahai ibu, bapak, & anak, dengarkanlah sabda Rasulullah I:
“Apabila anak Adam meninggal dunia terputuslah amalnya kecuali tiga perkara shadaqah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak yang shalih yang akan mendoakan kedua orang tuanya.” (HR. Muslim no. 1631 dari shahabat Abu Hurairah z)
Dan dengarkan firman Allah I:
“Dan orang-orang yang beriman, & yang anak cucu mereka mengikuti mereka dlm keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dgn mereka & kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka, tiap-tiap manusia terikat dgn apa yang dikerjakannya.” (Ath-Thur: 21)
Peranan Orang Tua
Orang tua memiliki peranan besar dlm mengubah fitrah seorang anak. Dia bisa menjadi sebab bagi anak menjadi orang yang celaka di dunia & akhirat, & bisa pula menjadi sebab bagi anak menjadi orang yang selamat di dunia & akhirat. Tentu semua itu tak terlepas dari taqdir Allah I.
a.    Orang tua menyeru buah hatinya menuju kekufuran
Di antara orang tua ada yang dgn sengaja menyeru anaknya menuju kekufuran kepada Allah I & menuju kesesatan dgn tak sedikit disertakan ancaman-ancaman, pembunuhan, pengucilan, pengusiran, penyiksaan & sebagainya.
Rasulullah I telah menggambarkan hal yang demikian di dlm sabdanya:
“Setiap anak dilahirkan di atas fitrah (kesucian) maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia Yahudi atau Nasrani atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari no. 1279, Muslim no. 2658, dari Abu Hurairah z)
Abu ‘Amr ‘Utsman bin Sa’id Ad-Dani Al-Qurthubi t mengatakan: “Makna ‘keduanya menjadikan Yahudi atau Nasrani’ adalah keduanya menghukumi anak itu sebagaimana hukum terhadap diri keduanya (dengan Yahudi, Nasrani, Majusi -pen). Dan ada yang mengatakan (bahwa maknanya) keduanya menyeru anaknya menuju agama yang dia berada di atasnya dari Yahudi atau Nasrani.” (Lihat Ar-Risalah Al-Wafiyah hal. 97)
Demikian Rasulullah r menjelaskan tentang orang tua yang memiliki pengaruh demikian besar dlm mengubah kesucian fitrah seorang anak.
Allah I menceritakan di dlm Al Qur’an percakapan antara Ibrahim u dgn bapaknya:
“Ingatlah ketika Ia- (Ibrahim) berkata kepada bapaknya: ‘Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tak bisa mendengar, tak melihat & tak bisa menolongmu sedikitpun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku janganlah kamu menyembah setan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa adzab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi setan.’ Berkata bapaknya: ‘Bencikah kamu kepada Tuhan-Tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam & tinggalkanlah aku dlm waktu yang lama’.” (Maryam: 42-46)
b.    Sebagian orang tua menyeru menuju kebahagiaan hidup di atas iman
Inilah tentu yang dimaukan oleh Allah & Rasul-Nya. Allah menceritakan di dlm Al Qur’an tentang Nabi Nuh u:
“Dan Nuh berkata: ‘Naiklah kamu sekalian ke dalamnya (perahu) dgn menyebut nama Allah di waktu berlayar & berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’. Dan bahtera itu berlayar & membawa mereka dlm gelombang laksana gunung & Nuh memanggil anaknya, sesungguhnya anaknya berada di tempat yang jauh terpencil, ‘Hai anakku naiklah ke (kapal) bersama kami & janganlah kamu berada bersama orang-orang kafir’.” (Hud: 41-42)
Kedua jenis seruan di atas terkait dgn keputusan & ketentuan Allah terhadap diri sang anak. Artinya, bahwa kedua orang tua bagaimanapun dia mengusahakan agar anaknya kafir, tetap dia tak sanggup bila tak ada ijin dari Allah I. Begitu juga sebaliknya, setinggi apapun usaha keduanya agar anaknya menjadi orang yang shalih, bila tak ada ijin dari Allah I maka keduanya tak akan sanggup.
Anak yang Baik
Birrul Walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua) & tak durhaka adalah wajib, bahkan Allah gandengkan perintah berbuat baik kepada kedua orang tua dgn perintah menyembah-Nya semata. Hal ini menunjukkan besarnya kedudukan Birrul walidain.
a.    Bentuk-bentuk Birrul Walidain
1.    Menaati perintah keduanya serta menjauhi larangannya selama tak dlm rangka bermaksiat kepada Allah I. Sebab tak ada kewajiban taat kepada siapapun dlm bermaksiat kepada Allah I. Allah I berfirman:
“Dan jika keduanya memaksamu utk kamu menyekutukan Aku & kamu tak memiliki ilmu tentangnya maka janganlah kamu menaati keduanya & pergaulilah mereka di dunia dgn cara yang baik.” (Luqman: 15)
Rasulullah r bersabda:
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dlm bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu dlm kebaikan.” (HR. Al-Bukhari & Muslim dari shahabat ‘Ali bin Abi Thalib z)
2.    Memuliakan keduanya & merendah di hadapannya, berucap dgn ucapan yang baik serta tak membentaknya.
Allah I berfirman:
“Jika salah seorang dari keduanya atau kedua-duanya telah lanjut usia dlm pemeliharaanmu maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ & janganlah kamu membentak mereka & ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik, & rendahkan dirimu terhadap mereka berdua dgn penuh kesayangan.” (Al-Isra: 23-24)
3.    Tidak melakukan safar (perjalanan) jauh melainkan dgn seijin keduanya begitu juga jihad yang hukumnya fardhu kifayah.
Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash c berkata:
“Seseorang menghadap Nabi Allah r lalu berkata: ‘Aku memba’iatmu di atas hijrah & jihad utk mencari pahala dari Allah I.’ Rasulullah berkata: ‘Apakah salah seorang dari kedua orang tuamu masih hidup?’ Dia menjawab: ‘Ya, bahkan keduanya.’ Dan beliau bersabda: ‘Kamu ingin mencari pahala dari Allah?’ Dia menjawab: ‘Ya.’ Rasulullah bersabda: ‘Kembalilah kepada kedua orang tuamu & berbuat baiklah kepada keduanya’.” (HR. Al-Bukhari, 6/97, 98, & Muslim no. 2549)
4.    Tidak boleh mendahulukan istri & anaknya atas hak kedua orang tua, berdasarkan hadits tentang tiga orang yang masuk ke dlm gua lalu gua tersebut tertutup dgn batu sehingga tak bisa keluar darinya. Lalu ketiga orang tersebut berdoa kepada Allah dgn cara bertawassul dgn amal-amal mereka yang shalih. Salah satu di antara mereka bertawassul dgn amal mengutamakan hak kedua orang tuanya dari hak anak-anak & istrinya. (HR. Al-Bukhari no. 2272  & Muslim no. 2743 dari shahabat Abdullah bin ‘Umar c)
5.    Bersyukur terhadap segala bentuk pengorbanannya dgn melaksanakan segala wujud kebaikan seperti memberi keduanya makan & pakaian jika membutuhkan, mengobati bila keduanya sakit, menghilangkan segala macam gangguan & berkhidmat terhadap segala sesuatu yang dibutuhkannya. Allah I berfirman:
“Dan Kami telah memerintahkan kepada manusia utk (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya, karena ibunya telah mengandungnya dlm keadaan lemah di atas kelemahan & menyapihnya selama dua tahun maka bersyukurlah kamu kepada-Ku & kepada kedua orang tuamu.” (Luqman: 14)
6.    Menyambung silaturahmi yang berasal dari keduanya & mendoakan keduanya dgn segala ampunan. Allah I berfirman:
“Dan katakanlah: Ya Allah rahmatilah keduanya sebagaimana keduanya telah mendidikku semasa kecilku.” (Al-Isra: 24)
b.    Bentuk-bentuk kedurhakaan kepada keduanya
Hal ini merupakan lawan dari hal yang disebutkan sebelumnya. Mencaci maki keduanya, membentak & menghardik, memukul, memperbudak, mengkhianati, mendustakannya, menipu, tak taat kepada perintah keduanya & sebagainya merupakan beberapa bentuk kedurhakaan kepada kedua orang tua. Jadikanlah kedua orang tuamu sebagai ladangmu utk mempersiapkan diri & tempat bercocok tanam utk akhiratmu! Jadikanlah keduanya sebagai jembatan pengantar dirimu menuju surga Allah! Nabi r bersabda:
“Nista & hinanya, nista & hinanya, nista & hinanya.” Lalu ditanyakan: “Siapa wahai Rasulullah?” Beliau berkata: “Yaitu yang menjumpai kedua orang tua lalu tak menyebabkan dia masuk ke dlm surga.” (HR. Muslim no. 2551 dari Abu Hurairah z)
Wallahu a’lam.

1 Karena Rasulullah memisahkan antara amalan-amalan anggota tubuh dgn niat, bahwa niat itu yang menggerakkan tubuh utk beramal.
2 Baik itu wudhu, shalat, puasa & ibadah lainnya.
3 Atau “ushalli…”, sebagaimana yang sering kita dengar dari saudara-saudara kita yang sangat jahil dgn agama ini.
4 Kitab karangan Al-Imam Asy-Syafi’i.
5 Istilah dlm ilmu nahwu.
6 Artinya bahwa talbiyah merupakan dzikir, & bukan melafadzkan niat.
7 Artinya ibadah yang ditunaikan pada waktunya.
8 Artinya ibadah yang ditunaikan setelah waktunya berlalu.
9 Artinya shalat yang diwajibkan pada waktu itu, baik dzuhur, atau ashar & lainnya.
10 Yaitu 10 lafadz kata yang disebutkan.

Sumber: www.asysyariah.com Majalah AsySyariah Edisi 009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar