Jumat, 05 Juli 2013

Tak Putus Berharap Kepada Allah

Pernah mendengar motivasi seperti ini? "Semua tergantung pada Anda. Bergantunglah pada diri sendiri. Andalah yang menentukan." Tampaknya kalimat ini sangat bagus, tetapi jika kita mengingat do'a yang diajarkan oleh Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam, justru kita mendapati tuntunan yang berkebalikan dengan motivasi tersebut.

Mari kita ingat sejenak do'a berikut:


"اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ وَأَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ"

"Ya Allah, rahmat-Mu yang kuharapkan.
Maka janganlah Engkau jadikan aku bergantung kepada diriku sendiri, walaupun hanya sekejap mata. Dan perbaikilah seluruh keadaanku. Tidak ada yang berhak diibadahi melainkan Engkau." Do'a dari hadis shahih riwayat Abu Dawud.


Do'a yang diajarkan oleh Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam ini mengingatkan kita kepada do'a lainnya riwayat Tirmidzi dan Ahmad:


"اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ"

"Ya Allah, cukupkanlah aku dengan yang halal dari-Mu dan jauhkanlah aku dari yang Engkau haramkan. Dan cukupkanlah (kayakan) aku dengan keutamaan rezeki-Mu sehingga tidak perlu aku kepada selain-Mu." (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad).

Keduanya adalah do'a. Sebuah do'a, di satu sisi adalah permohonan kepada Allah Jalla wa 'Ala. Di sisi lain, ia adalah ikrar kepada Allah Ta'ala. Kedua do'a tersebut mengajarkan kepada kita untuk berusaha dengan sungguh-sungguh seraya memohon pertolongan kepada Allah Jalla wa 'Ala agar tidak bergantung kepada siapa pun, selain hanya kepada Allah Ta'ala. Bahkan kepada diri sendiri pun, tidak bergantung kepadanya.

Kita masing-masing akan mempertanggung-jawabkan seluruh amal kita, zahir maupun batin. Tetapi ini bukan berarti perintah untuk bergantung kepada diri sendiri. Sungguh, di antara ketergelinciran manusia adalah menjadikan diri sendiri sebagai tempat bergantung. Ia melihat kuatnya kehendak dan pikiran sendiri sebagai penentu segala sesuatu. Ia lupa kepada Yang Menggenggam Hati, Allah Ta'ala.

Sebagian manusia melihat peristiwa-peristiwa alam yang luar biasa, lalu ia merasa kecil di hadapan alam semesta, kemudian tunduk kepadanya. Dan di antara manusia ada yang menjadikan diri sendiri serta alam semesta sebagai kekuatan terbesar yang amat menentukan. Astaghfirullahal 'adzim. Semoga Allah Ta'ala melindungi kita dari terkelabuinya diri (ghurur) terhadap apa yang tampaknya benar, tetapi hakekatnya sangat batil.

Maka, marilah kita tak bosan-bosan memanjatkan do'a sepenuh kesungguhan seraya menghayati apa yang kita mintakan kepada Allah Ta'ala:


"اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا التِبَاعَةَ وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ"

"Ya Allah, tunjukkan kepada kami bahwa yang benar itu benar dan berikanlah rezeki kepada kami kemampuan untuk mengikutinya Dan tunjukkan kepada kami bahwa yang salah itu salah, dan berikan rezeki kepada kami kekuatan untuk menjauhinya."

Inilah do'a memohon perlindungan agar tak tertipu persepsi diri sendiri http://www.facebook.com/notes/mohammad-fauzil-adhim/agar-tak-tertipu-persepsi-diri-sendiri/458077510908049

Sesungguhnya persepsi tak mengubah realitas. Disebabkan oleh persepsi, apa yang benar dapat tampak batil di mata kita. Begitu pun sebaliknya, apa yang batil dapat saja tampak benar. Dan jalan yang membawa kita pada kejayaan di dunia dan keselamatan di akhirat hanyalah jalan yang sungguh-sungguh benar.

Maka, yang paling penting dalam menjalani hidup ini bukanlah persepsi kita, tetapi pengetahuan, pemahaman dan ketundukan hati untuk jalan yang lurus; kebenaran yang benar-benar sesuai tuntunan. Bukan kita mempersepsi benar, padahal batil. Ini mengharuskan kita untuk senantiasa belajar mengilmui apa yang kita lakukan, terlebih dalam masalah agama. Tanpa mengilmui, kita hanya akan mengikuti persangkaan (zhan) semata.

Do'a ini juga sekaligus pelajaran kepada kita bahwa kebenaran itu ada, kebatilan itu ada. Jalan yang lurus itu ada, jalan sesat pun ada. Sungguh, siapa yang sesat akan celaka untuk selama-lamanya. Amat besar kerugiannya. Maka kita berdo'a kepada Allah Ta'ala, setiap hari, agar ditunjuki jalan yang lurus (shiratal mustaqim). Bukan jalan mereka yang dimurkai. Bukan pula jalan mereka yang sesat.

Marilah kita renungkan sejenak do'a yang kita ucapkan setiap kali kita shalat, dalam surat Al-Fatihah yang kita baca di setiap raka'atnya:


اهدنا الصراط المستقيم

"Tunjukilah kami jalan yang benar."


صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين

"(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka. Bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat."



Maka, bagaimana kita merasa telah mendirikan shalat dan menegakkannya, jika kita mengingkari ada yang lurus dan ada yang sesat?

Bukan hak kita untuk menganggap sesat kepada siapa pun yang kita kehendaki. Tapi bukan hak kita juga untuk membantah Allah Ta'ala terhadap apa yang dinyatakan-Nya sebagai sesat dan dimurkai. Maka, sepatutnya kita mengilmui tentang jalan yang lurus dan jalan yang sesat.

Semoga kita tidak termasuk golongan yang mendukung kesesatan, padahal telah nyata kesesatannya. Semoga pula kita tak termasuk yang merasa diri sendiri sebagai yang paling benar. Sembari berusaha untuk menapaki jalan yang benar, kita telisik diri barangkali amat banyak kesesatan dalam diri kita yang berkerak. Sedemikian tebalnya kerak kesesatan itu dalam diri kita sehingga meradang jika diingatkan.

Berhati-hatilah dari terhadap mudah tersinggungnya diri saat ada yang membicarakan kesesatan. Di antara sebab terjatuhnya seseorang menjadi liberal adalah karena amat tak suka mendengar kata sesat, lalu tergelincir lebih jauh sehingga menganggap semua agama benar.

Jika ada perbedaan pendapat, maka marilah kita belajar bertutur dengan hujjah yang jelas, penjabaran yang tuntas dan penuturan yang baik. Marilah kita kenang betapa cantik cara Imam Syafi'i berbeda pendapat dengan guru maupun muridnya. Inilah berhimpunnya faqih dan taqwa.

Allah Ta'ala Yang Maha Tahu. Nasehati saya dengan kebenaran, kesabaran dan kasih-sayang. Tawashau bil haq, wa tawashau bish-shabr, wa tawashau bil marhamah.
Pernah mendengar motivasi seperti ini? "Semua tergantung pada Anda. Bergantunglah pada diri sendiri. Andalah yang menentukan." Tampaknya kalimat ini sangat bagus, tetapi jika kita mengingat do'a yang diajarkan oleh Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam, justru kita mendapati tuntunan yang berkebalikan dengan motivasi tersebut.

Mari kita ingat sejenak do'a berikut:


"اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ وَأَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ"

"Ya Allah, rahmat-Mu yang kuharapkan. Maka janganlah Engkau jadikan aku bergantung kepada diriku sendiri, walaupun hanya sekejap mata. Dan perbaikilah seluruh keadaanku. Tidak ada yang berhak diibadahi melainkan Engkau." Do'a dari hadis shahih riwayat Abu Dawud.

Do'a yang diajarkan oleh Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam ini mengingatkan kita kepada do'a lainnya riwayat Tirmidzi dan Ahmad:


"اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ"

"Ya Allah, cukupkanlah aku dengan yang halal dari-Mu dan jauhkanlah aku dari yang Engkau haramkan. Dan cukupkanlah (kayakan) aku dengan keutamaan rezeki-Mu sehingga tidak perlu aku kepada selain-Mu." (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad).

Keduanya adalah do'a. Sebuah do'a, di satu sisi adalah permohonan kepada Allah Jalla wa 'Ala. Di sisi lain, ia adalah ikrar kepada Allah Ta'ala. Kedua do'a tersebut mengajarkan kepada kita untuk berusaha dengan sungguh-sungguh seraya memohon pertolongan kepada Allah Jalla wa 'Ala agar tidak bergantung kepada siapa pun, selain hanya kepada Allah Ta'ala. Bahkan kepada diri sendiri pun, tidak bergantung kepadanya.

Kita masing-masing akan mempertanggung-jawabkan seluruh amal kita, zahir maupun batin. Tetapi ini bukan berarti perintah untuk bergantung kepada diri sendiri. Sungguh, di antara ketergelinciran manusia adalah menjadikan diri sendiri sebagai tempat bergantung. Ia melihat kuatnya kehendak dan pikiran sendiri sebagai penentu segala sesuatu. Ia lupa kepada Yang Menggenggam Hati, Allah Ta'ala.

Sebagian manusia melihat peristiwa-peristiwa alam yang luar biasa, lalu ia merasa kecil di hadapan alam semesta, kemudian tunduk kepadanya. Dan di antara manusia ada yang menjadikan diri sendiri serta alam semesta sebagai kekuatan terbesar yang amat menentukan. Astaghfirullahal 'adzim. Semoga Allah Ta'ala melindungi kita dari terkelabuinya diri (ghurur) terhadap apa yang tampaknya benar, tetapi hakekatnya sangat batil.

Maka, marilah kita tak bosan-bosan memanjatkan do'a sepenuh kesungguhan seraya menghayati apa yang kita mintakan kepada Allah Ta'ala:


"اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا التِبَاعَةَ وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ"

"Ya Allah, tunjukkan kepada kami bahwa yang benar itu benar dan berikanlah rezeki kepada kami kemampuan untuk mengikutinya Dan tunjukkan kepada kami bahwa yang salah itu salah, dan berikan rezeki kepada kami kekuatan untuk menjauhinya."

Inilah do'a memohon perlindungan agar tak tertipu persepsi diri sendiri http://www.facebook.com/notes/mohammad-fauzil-adhim/agar-tak-tertipu-persepsi-diri-sendiri/458077510908049

Sesungguhnya persepsi tak mengubah realitas. Disebabkan oleh persepsi, apa yang benar dapat tampak batil di mata kita. Begitu pun sebaliknya, apa yang batil dapat saja tampak benar. Dan jalan yang membawa kita pada kejayaan di dunia dan keselamatan di akhirat hanyalah jalan yang sungguh-sungguh benar.

Maka, yang paling penting dalam menjalani hidup ini bukanlah persepsi kita, tetapi pengetahuan, pemahaman dan ketundukan hati untuk jalan yang lurus; kebenaran yang benar-benar sesuai tuntunan. Bukan kita mempersepsi benar, padahal batil. Ini mengharuskan kita untuk senantiasa belajar mengilmui apa yang kita lakukan, terlebih dalam masalah agama. Tanpa mengilmui, kita hanya akan mengikuti persangkaan (zhan) semata.

Do'a ini juga sekaligus pelajaran kepada kita bahwa kebenaran itu ada, kebatilan itu ada. Jalan yang lurus itu ada, jalan sesat pun ada. Sungguh, siapa yang sesat akan celaka untuk selama-lamanya. Amat besar kerugiannya. Maka kita berdo'a kepada Allah Ta'ala, setiap hari, agar ditunjuki jalan yang lurus (shiratal mustaqim). Bukan jalan mereka yang dimurkai. Bukan pula jalan mereka yang sesat.

Marilah kita renungkan sejenak do'a yang kita ucapkan setiap kali kita shalat, dalam surat Al-Fatihah yang kita baca di setiap raka'atnya:


اهدنا الصراط المستقيم

"Tunjukilah kami jalan yang benar."


صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين

"(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka. Bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat."


Maka, bagaimana kita merasa telah mendirikan shalat dan menegakkannya, jika kita mengingkari ada yang lurus dan ada yang sesat?

Bukan hak kita untuk menganggap sesat kepada siapa pun yang kita kehendaki. Tapi bukan hak kita juga untuk membantah Allah Ta'ala terhadap apa yang dinyatakan-Nya sebagai sesat dan dimurkai. Maka, sepatutnya kita mengilmui tentang jalan yang lurus dan jalan yang sesat.

Semoga kita tidak termasuk golongan yang mendukung kesesatan, padahal telah nyata kesesatannya. Semoga pula kita tak termasuk yang merasa diri sendiri sebagai yang paling benar. Sembari berusaha untuk menapaki jalan yang benar, kita telisik diri barangkali amat banyak kesesatan dalam diri kita yang berkerak. Sedemikian tebalnya kerak kesesatan itu dalam diri kita sehingga meradang jika diingatkan.

Berhati-hatilah dari terhadap mudah tersinggungnya diri saat ada yang membicarakan kesesatan. Di antara sebab terjatuhnya seseorang menjadi liberal adalah karena amat tak suka mendengar kata sesat, lalu tergelincir lebih jauh sehingga menganggap semua agama benar.

Jika ada perbedaan pendapat, maka marilah kita belajar bertutur dengan hujjah yang jelas, penjabaran yang tuntas dan penuturan yang baik. Marilah kita kenang betapa cantik cara Imam Syafi'i berbeda pendapat dengan guru maupun muridnya. Inilah berhimpunnya faqih dan taqwa.

Allah Ta'ala Yang Maha Tahu. Nasehati saya dengan kebenaran, kesabaran dan kasih-sayang. Tawashau bil haq, wa tawashau bish-shabr, wa tawashau bil marhamah.
Penulis;Mohammad Fauzil Adhim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar